Metode Penerjemahan
Oleh: Afriani, S.S., M.Hum
Dengan adanya permasalahan yang
timbul dalam penerjemahan, diperlukan landasan teori yang dapat digunakan untuk
mengatasinya. Satu teori yang ditawarkan oleh Newmark (1988) adalah teori V diagram yang memberi delapan metode
penerjemahan, seperti berikut ini.
Penekanan
pada BSu
|
Penekanan
pada BSa
|
Penerjemahan kata per kata
|
Adaptasi
|
Penerjemahan
harfiah
|
Penerjemahan
bebas
|
Penerjemahan
setia
|
Penerjemahan
idiomatis
|
Penerjemahan
semantis
|
Penerjemahan
komunikatif
|
Bentuk diagram di atas tentu memberikan
arti tersendiri. Ada delapan metode, yakni empat metode penerjemahan pertama
berorientasi pada BSu dan empat metode kedua berorientasi pada BSa. Menurut
hemat saya, semakin jauh jarak dua metode yang bersebrangan itu, semakin jauh
pula kesepadanan yang dihasilkan.
Dan sebaliknya, semakin dekat jarak dua
metode itu, semakin dekat pula kesepadanan yang dihasilkan. Kedelapan metode itu
adalah sebagai berikut ini.
1)
Penerjemahan
kata per kata
Metode penerjemahan kata per kata
mempertahankan kata demi kata TSu ke dalam TSa atau unsur leksikal BSu
dipadankan dengan unsur leksikal BSa. Newmark (1988, hlm. 46) mengatakan “metode
itu digunakan pada tahap awal penerjemahan (pre-translation
process) untuk memahami teks yang sulit”, kemudian dicari metode lain yang
tepat untuk memperoleh padanan yang berterima di dalam budaya BSa. Senada
dengan Newmark, Benny (2006, hlm. 56) juga mengatakan “metode itu dianggap
tidak baik, tetapi berguna sebagai proses awal dalam penerjemahan dari bahasa
tertentu, misalnya penerjemahan dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia”. Menurut
saya, metode itu dapat digunakan kalau bahasa sumber dan bahasa sasaran
mempunyai struktur yang sama. Metode itu tidak dapat digunakan untuk
menerjemahkan teks sastra yang mengandungi kata budaya, seperti contoh berikut.
TSu
Geronimo Stilton, 2004, I’m Too Fond of My fur!
|
TSa
|
TSa
alternatif
|
“I know what I'm
doing! I am going, and I'm going right now!” I cried. “Professor von Volt
needs my help! Unlike you two, I'm true gentlemouse. I don't need you!”
|
“Aku tahu apa Aku lakukan! Aku pergi,
dan aku pergi sekarang!” Aku berteriak. “Profesor von Volt membutuhkan milikku
bantuan! Tidak seperti kamu berdua,
aku ini benar tikus unggulan. Aku tak butuh kamu!”
|
“Aku tahu yang
aku lakukan! Aku
tetap pergi, dan aku pergi sekarang juga!” teriakku. “Profesor von Volt perlu
bantuanku! Tak seperti kalian berdua, aku ini tikus unggulan. Aku tak butuh kalian!”
|
Contoh di atas memperlihatkan TSa yang
kaku. Terjemahan itu dianggap salah karena TSu diterjemahkan ke dalam TSa kata
per kata tanpa mengubah strukturnya. Jika metode itu digunakan sebagai proses
awal, kemudian dicari metode yang tepat, TSa alternatif dapat dijadikan
terjemahan yang baik dan berterima di dalam budaya BSa.
BACA JUGA : SINGKATAN AVIATION
2)
Penerjemahan
harfiah
Penerjemahan harfiah juga dapat
digunakan oleh penerjemah di awal penerjemahan sebuah teks. Metode itu sangat
membantu ketika menerjemahkan kalimat yang panjang dan sulit; setelah itu baru
mencari metode lain yang tepat untuk menghasilkan TSa yang berterima. Metode
itu juga dapat menghindari kehilangan
makna TSu dalam TSa. Penerjemahan
harfiah hampir sama dengan penerjemahan kata per kata karena menghasilkan TSa
yang tidak lazim di dalam budaya BSa dan terlihat seperti terjemahan. Hanya
saja metode itu sudah mengubah struktur BSu menjadi struktur BSa.
Menurut Newmark (1988, hlm. 95), metode penerjemahan
harfiah sering digunakan untuk menerjemahkan kata
budaya yang meliputi:
(1)
ekologi: flora, fauna,
angin, dataran, dan bukit;
(2)
benda budaya (artefak):
makanan, pakaian, rumah dan kota, dan alat transportasi;
(3)
budaya sosial:
pekerjaan dan hiburan;
(4)
organisasi, adat,
kegiatan, prosedur, dan konsep: politik dan tata kelola, agama, dan seni; dan
(5)
gerak dan kebiasaan.
Berikut
ini adalah contoh penerjemahan harfiah.
TSu
Geronimo
Stilton, 2004, I’m Too Fond of My fur!
|
TSa
|
With a sob, I jumped out of the taxy.
“Holey cheese! I don’t want to leave on my own!” I cried. “I need my
family!”
|
Dengan sesenggukan aku meloncat keluar taksi “Keju suci!
Aku tak mau pergi sendirian! Teriakku. “Aku
butuh keluargaku!”
|
Holey
cheese pada TSu di atas sebenarnya tidak dapat
diterjemahkan secara harfiah karena idiom itu berhubungan dengan budaya BSu.
Jadi, sebelum menerjemahkannya, penerjemah harus memahami budaya yang
berhubungan dengan agama BSu. Sebaiknya, Holey
cheese diterjemahkan sesuai dengan maknanya, yakni Oh Tuhan. Jika diterjemahkan dengan Keju suci, makna yang dimaksud TSu tidak terungkap dalam TSa
walaupun konteksnya adalah tentang kehidupan tikus. Berkaitan dengan hal itu,
dalam menerjemahkan karya fiksi, penerjemahan harfiah harus dihindari karena
teks dari genre itu kaya dengan bahasa kiasan.
3)
Penerjemahan
setia
Penerjemahan setia mempertahankan bentuk
BSu sehingga menghasilkan TSa yang tidak lazim di dalam budaya BSa. Padahal,
menurut Nida dan Taber (1974, hlm.12), “the
best translation does not sound like a translation.” Menurut Benny (2008),
metode itu cocok untuk teks hukum atau teks puisi karena pada keduanya memang
membutuhkan BSa yang setia pada bentuk atau format BSu.
Menurut hemat saya metode tersebut dapat
digunakan pada teks resmi karena seperti halnya teks hukum, jenis teks itu
membutuhkan BSa yang setia pada bentuk BSu. Berikut adalah contoh penerjemahan
setia dalam Buku Pedoman Tentang Sistem Pencatatan Sipil dan
Sistem Vital Statistik (United Nations) diterjemahkan oleh Agus
Riyanto, M.Ed (2005).
TSu
|
TSa
|
Since its advent in 1945, the United Nations has
been working for the development of national statistics and improvement of
their comparability.
|
Sejak
berdirinya pada tahun 1954, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah bekerja untuk
mengembangkan statistik nasional dan meningkatkan keterbandingannya.
|
Dari contoh di atas terlihat
bahwa penerjemahnya berupaya mempertahankan bentuk BSu ke dalam BSa sampai pada
penggunaan tanda bacanya.
Kemudian, kesetiaan
pada bentuk BSu akan berpengaruh negatif pada terjemahan novel anak. Terjemahan
yang dihasilkan menjadi kaku atau tidak indah sehingga tidak wajar di dalam
budaya BSa. Keindahan TSa sangat diperhatikan dalam menerjemahkan sehingga
menarik untuk dibaca. Di samping itu, bentuk BSa yang digunakan disesuaikan
dengan pembacanya, yakni anak-anak.
4)
Penerjemahan
semantis
Metode penerjemahan semantis lebih
tepat digunakan untuk teks ekspresif,
seperti novel anak yang saya terjemahkan.
Newmark (1988, hlm. 46‒47) menyatakan, “metode penerjemahan semantis
menaruh minat pada nilai estetis TSu sehingga TSa-nya pun harus terlihat indah dan alami”. Dalam
penerjemahan semantis nilai keindahan dan kewajaran serta makna yang
terkandungi di dalam BSu lebih diperhatikan.
Benny (2006, hlm. 58) juga
menyatakan, “seorang penerjemah sangat menekankan pada penggunaan istilah, kata
kunci, atau ungkapan dalam TSu yang harus dihadirkan dalam terjemahannya”.
Menurutnya, selain untuk menerjemahkan karya fiksi, metode itu juga untuk karya
ilmiah. Metode itu digunakan untuk menerjemahkan istilah dalam TSu dengan tepat
dari segi semantis supaya tidak terjadi kesalahpahaman. Berikut ini adalah
contoh metode semantis pada
penerjemahan teks resmi dalam teks United States District Court yang
diterjemahkan oleh Nike Sinta Karina, S.S.
TSu
|
TSa
|
This Court has jurisdiction under ...
(federal question); and ...
(copyright).
|
Pengadilan ini memiliki yurisdiksi
berdasarkan ...(perkara berada di bawah jurisdiksi pengadilan federal
atau federal question) dan ... (hak cipta).
|
Federal
question dipadankan dengan perkara berada di bawah jurisdiksi pengadilan federal atau federal
question di dalam TSa. Istilah TSu itu telah diterjemahkan ke dalam TSa
secara akurat dari segi semantis sehingga tidak menimbulkan kesalahan tafsir.
5)
Adaptasi
Metode adaptasi bertolak belakang dengan
metode kata per kata. Adaptasi
menekankan pada pesan bukan pada kalimat. Metode itu menghilangkan
budaya BSu dan menggantikannya dengan budaya BSa sehingga sudah dapat
dipastikan bahwa TSa dirasakan sebagai teks asli BSa. Salah satu contoh
diberikan oleh Benny (2008, hlm. 56) adalah “adaptasi yang dilakukan pada nama
binatang dari Eropa diganti dengan nama binatang dari Indonesia (rubah menjadi kancil meskipun sifat liciknya berbeda), dan makanan dari Eropa
diganti dengan makanan dari Indonesia (fromage
pada cerita burung gagak yang ditipu oleh rubah menjadi dendeng pada cerita burung gagak yang ditipu oleh kancil).”
6)
Penerjemahan
bebas
Penerjemahan bebas hanya menekankan pada
pesan TSu. Metode itu tidak melakukan penyesuaian budaya BSu dengan budaya BSa.
Hal itu yang membedakannya dari adaptasi. Menurut pendapat saya, penerjemahan
bebas tidak cocok digunakan dalam menerjemahkan karya fiksi terutama teks puisi
karena metode itu hanya mementingkan pada pesan TSu tanpa memperhatikan bentuk
dan keindahan TSa.
Penerjemahan bebas juga dapat dilakukan
ketika menerjemahkan teks atas permintaan pembaca yang hanya ingin mengetahui
isi teksnya. Dengan demikian, penerjemah tidak perlu menyesuaikan terjemahannya
dengan bentuk budaya BSa dan bentuk BSu.
Berikut ini adalah contoh penerjemahan
bebas pada syair lagu yang berjudul When I Need You yang diterjemahkan oleh Rahmat Budiman (2011).
TSu
|
TSa
|
When
I need you
I
just close my eyes and I’m with you
And
all that I so want to give you
It’s
only a heart beat away
|
Jika ku
merindukan dirimu
Kupejamkan
mata ini dan kurasakan kehadiranmu di sisiku
Kuingin
memberimu segala yang kupunya
Kau terasa
begitu dekat dengan diriku
|
Terjemahan di atas
hanya mementingkan pesan TSu. Penerjemahnya lebih mementingkan isi yang disampaikan
oleh TSu sehingga dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca sasaran.
7)
Penerjemahan
idiomatis
Metode penerjemahan idiomatis sangat
cocok digunakan untuk menerjemahkan karya fiksi. Metode itu berupaya mencari
padanan ungkapan idiomatis TSu dengan ungkapan idiomatic yang ada di dalam BSa
sehingga menciptakan TSa yang berterima di dalam budaya BSa.
Newmark (1988) mengatakan bahwa semua
bahasa figuratif, antara lain metafora, simile dan ungkapan idiomatis, termasuk
ke dalam bahasa kiasan (figurative
expression). Metode itu memegang peran penting dalam menerjemahkan bahasa
kiasan yang terdapat di dalam novel anak A Little Princess.
Salah satu contoh penggunaannya seperti berikut ini.
TSu
|
TSa
|
“Tell me more!” Lottie ordered. Sara’s
stories were as good as candy.
|
“Ceritakan lagi!” perintah Lottie. Cerita
Sara terasa semanis permen bagi Lottie. (Par. 2.66)
|
Simile TSu di atas dipadankan dengan simile yang
memiliki makna yang sama dengan simile TSa.
Kehadiran simile itu di dalam TSa akan menambah nilai estetis.
8)
Penerjemahan
komunikatif
Penerjemahan komunikatif sangat
mementingkan makna TSu. Makna itu dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga isi
dan bentuknya dapat dipahami dan diterima di dalam budaya BSa. Menurut Newmark
(1988, hlm. 47), “metode penerjemahan komunikatif berupaya sedapat mungkin
menyampaikan makna kontekstual TSu sehingga TSa dapat diterima dan dipahami
oleh pembaca sasaran”.
Metode yang paling dekat dengan
penerjemahan semantis itu berbeda dengan penerjemahan bebas. Penerjemahan bebas
hanya mementingkan makna tanpa melakukan penyesuaian dengan budaya pembaca
sasaran, sedangkan penerjemahan komunikatif masih menghadirkan unsur budaya BSu
di dalam TSa walaupun tidak lagi terikat dengan struktur dan budaya BSu. Contoh
berikut ini diambil dari teks drama yang berjudul Arms and The Man karya George B. Shaw (1894).
TSu
|
TSa
|
... but is determined to
be a Viennese lady, and to that end wears a fashionable tea gown on
all occasions.
|
... tetapi
berkeinginan menjadi seorang wanita
Wina sehingga mengenakan gaun pesta modis pada semua acara
|
Frasa tea gown dipadankan dengan gaun
pesta. Penerjemah berupaya mengomunikasikan maknanya tanpa menghadirkan
unsur budaya BSu. Jika frasa TSu dipadankan dengan penyesuaian dengan budaya
BSu, yakni gaun teh, terjemahan yang
dihasilkan diasumsi tidak akan dipahami oleh pembaca TSa. Padanan yang dipilih
harus dipahami oleh pembaca TSa dengan menyesuaikan dengan budaya BSa.
BACA JUGA: TEKNIK MENJAWAB PERTANYAAN BAHASA INGGRIS
Setelah menguraikan delapan metode di atas,
dapat dikatakan bahwa metode penerjemahan dapat dipilih oleh penerjemah sesuai
dengan tujuan penerjemahan dan pembaca terjemahan. Keputusan penerjemah itu
bergantung pada hasil audience design dan need analysis yang sudah dilakukan
sebelumnya. Menurut Benny (2006, hlm. 55) penerjemahan sering didasari oleh “audience design” dan diikuti oleh “needs analysis”. Maka, ia menyatakan “penerjemahan harus berorientasi
kepada “klien” (client oriented) atau
berorientasi pada calon pembaca” (2006, hlm. 67). Audience design digunakan oleh
penerjemah untuk memperkirakan siapa yang menggunakan terjemahannya,
kemudian untuk tujuan atau keperluan apa terjemahannya (need analysis).
nice info
BalasHapusgood
BalasHapusSangat bermanfaat...bagi mahasiwa/mahasiwi Univ Terbuka. Trimakasih ya om
BalasHapusTongkrongan mahasiswa UT nih heu heu
BalasHapusBerasa kek dialam lainn masuk situs web ini
BalasHapusreally ?
Hapusiya beneran
HapusSo insightful!!
BalasHapusvery nice friend
BalasHapusyeah..good
BalasHapusBadasss, thank you!
BalasHapusmantebs bingittt...share lagi dong bosku
BalasHapusGood
BalasHapusmkasih banget buat tulisan ini sangat membantu pemahan saya, saat ini saya sendang melaksanakan tugas akhir saya menyangkut soal metode translation.
BalasHapusgood vibes friends...
BalasHapusheal yeach
BalasHapusGue suka ni...easy
BalasHapusgood sis..bro..
BalasHapusYup thanks kak
BalasHapusOk thanks sis
BalasHapusTrims sis
BalasHapusVery nice information
BalasHapusNeed more explanation...aia
BalasHapusThanks ya admin
BalasHapusIklannya banyak bgt dah
BalasHapusgood ok
BalasHapusTrmksh bwrmanfaat bgt
BalasHapusOk note
BalasHapusTrimakasih kak
BalasHapusamazing boy
BalasHapusOk
BalasHapusthanks gan
BalasHapusTrims kak i love ut
BalasHapusThanks alot
BalasHapus