Never Stop Learn

Rabu, 07 Desember 2022

CONTOH KARYA ILMIAH UNIVERSITAS TERBUKA "ANALISIS PROSEDUR PENERJEMAHAN TEKS"

Karya tulis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah karya tulis yang dibuat dengan prinsip-prinsip ilmiah, berdasarkan data dan fakta (obervasi, eksperimen, dan kajian pustaka). Sedangkan menurut ahli lain Drs. Totok Djuroto dan Dr. Bambang Supriyadi, mendefinisikan karya ilmiah sebagai serangkaian kegiatan penulisan yang berlandaskan pada hasil penelitian yang disusun secara sistematis mengikuti metodologi ilmiah, yang bertujuan untuk mendapatkan jawaban ilmiah dari suatu permasalahan.


 

Bagi mahasiswa Universitas Terbuka, pada tahapan akhir kelulusan diwajibkan untuk membuat Karya Ilmiah. Khusus bagi mahasiswa Sastra Inggris Universitas Terbuka berikut contohnya:

ANALISIS PROSEDUR PENERJEMAHAN TEKS

"Pegon a Javanese script of acculturation and resistance falling"

ANALISIS  PROSEDUR PENERJEMAHAN  TEKS

Pegon: a Javanese script of acculturation and resistance is fading

RIDWAN PAHLAWI

041461674

Pahlawiridwan@gmail.com

Program S1 Sastra Inggris Bidang Minat Penerjemahan

Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik

UNIVERSITAS TERBUKA

 

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul Analisis Prosedur Penerjemahan Teks “Pegon: a Javanese script of acculturation and resistance is fading” ini mengkaji prosedur penerjemahan yang digunakan penulis dalam menerjemahkan teks tersebut dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa). Hasil Analisis    menunjukan     bahwa     penulis     menggunakan prosedur penerjemahan Naturalisasi, Transferensi, Modulasi dan Generik untuk menerjemahkan teks dari teks sumber (TSu) ke teks sasaran (TSa). Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk melihat proses penerjemahan  dari teks Analytical Exposition berjudul dengan menggunakan “Pegon: a Javanese script of acculturation and resistance is fading”.

Kata kunci: penerjemahan, prosedur penerjemahan, transferensi

 

PENDAHULUAN

 

1.1       Latar Belakang

Bahasa pada masa ini merupakan kebutuhan mutlak yang harus dikuasai oleh umat manusia dalam berkomunikasi dengan manusia yang lain. Dengan adanya kemajuan teknologi komunikasi antar manusia tidak hanya terjadi pada tataran masyarakat, antar kelompok dan wilayah regional ataupun negara melainkan pada tingkat internasional. Antar individu  dipenjuru dunia saat ini bisa dengan mudah berkomunikasi dan  saling bertukar informasi melalui ponsel. Bahasa inggris sebagai bahasa internasional merupakan sarana penghubung yang dapat diterima diseluruh dunia. Namun perbedaan budaya kadang menjadi kendala dalam penyampaian pesan. Disinilah peran penerjemahan menjadi sangat penting untuk kesamaan dan pemahaman pesan yang disampaikan. Menurut Newmark (1988) penerjemahan adalah suatu  upaya atau usaha  untuk menyatakan kembali makna suatu teks dalam bahasa lain sebagaimana diinginkan penulis aslinya. Sementara itu pendapat lain terkait penerjemahan yaitu Catford (1969:20) menyatakan bahwa penerjemahan adalah digantinya materi tekstual suatu Bahasa (BSu) oleh materi tekstual yang sepadan dalam bahsa lain (BSa). Terkait dengan kendala dalam proses penerjemahan suatu teks Nida (dalam Hoed, 2006: 24) menyatakan bahwa kendala penerjemahan dalam suatu teks ada empat yaitu, kendala Bahasa, kendala kebudayaan sosial, kendala kebudayaan religi dan kebudayaan material. Dari pendapat ahli diatas dapat diketahui bahwa kendala yang dihadapi penerjemah adalah bahasa dan budaya. Ketidaksepadanan makna juga merupakan suatu tantangan bagi penerjemah, Baker (1992) menyebut masalah ketidaksepadanan dengan istilah “commons problems of non equivalence”. Salah satunya disebabkan oleh “culture-specific concept” dimana konsep suatu bahasa tidak ada di bahasa sasaran (BSa).

1.2    Rumusan Masalah

      Melihat latar belakang tersebut, disusunlah rumusan masalah sebagai berikut:

a.       Prosedur penerjemahan apa yang paling sesuai untuk menemukan padanan kata yang terdapat dalam teks Analitical Exposition berjudul “Pegon: a Javanese script of acculturation and resistance is fading”

b.      Bagaimana dampak prosedur penerjemahan yang dipilih penulis terhadap kesepadanan makna dalam BSu dan Bsa dari teks Analytical Exposition berjudul Pegon: a Javanese script of acculturation and resistance is fading”.

1.3    Tujuan Penulisan

         Tujuan penulisan karya ilmiah ini yaitu:

a.    Mengindentifikasikan kendala yang dihadapi penulis dalam menerjemahkan teks “Pegon: a Javanese script of acculturation and resistance is fading”.

b.    Mengetahui metode dan prosedur penerjemahan yang tepat untuk menerjemahkan teks “Pegon: a Javanese script of acculturation and resistance is fading”.

1.4     Manfaat

a.       Memberikan informasi kepada pembaca  tentang kendala yang dihadapi penulis dalam menerjemahkan teks terkait dengan bahasa dan budaya yang berbeda antara bahasa sumber (BSu) dengan bahasa sasaran (BSa).

b.      Memberikan solusi penerjemahan yang, akurat, wajar dan berterima dalam menerjemahkan sebuah teks.

      

 

 

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1     Metode Penerjemahan

Definisi penerjemahan menurut  Nida dan Taber dalam buku The Theory and Parctice of Translation (1969) yaitu proses  menciptakan kembali makna dalam bahasa sasaran padanan natural yang paling mendekati pesan dalam (Bsu) bahasa sumber, dilihat dari  segi makna dan gaya. Sementara itu pendapat dari Peter Newmark (1988) menyatakan bahwa penerjemahan sebagai suatu usaha atau upaya untuk menyatakan kembali makna suatu teks ke dalam bahasa lain sebagaimana diinginkan penulis aslinya. Pendapat beberapa ahli lain yang dapat diambil sebagai referensi dalam menerjemahkan teks diantaranya: Vinay dan Darbenet dalam Munday (2001: 56-58) membagi penerjemahan menjadi dua yakni penerjemahan langsung dan tidak langsung (direct translation dan oblique translation).

a.  Penerjemahan Langsung:

1) Peminjaman

Metode ini dilakukan dengan cara  menulis kembali istilah bahasa sumber ke dalam bahasa yang diterjemahkan tanpa melakukan perubahan. Langkah ini diambil  karena adanya perbedaan lingkungan, budaya, atau pandangan hidup antara pengguna bahasa sumber (BSu) dengan pengguna bahasa sasaran (BSa). Peminjaman dapat bersifat murni (Pure Borrowing) atau naturalisasi (Naturalized Borrowing) sebagai  contoh:

BSu

BSa

Kategori

Android

Android

Murni (Pure)

Computer

Komputer

Alamiah (Naturalized)

 

2)  Calque

Kalke (Calque) dilakukan dengan cara menerjemahkan kata atau frasa dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) secara literal. Contoh:

BSu

BSa

Ministry of Defence

Kementerian Pertahanan

English Dictionary

Kamus Bahasa Inggris

 

3)  Penerjemahan Harfiah

Metode penerjemahan Harfiah  dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dari bahasa sumber (BSu) ke bahasa sasaran (BSa) dengan  tanpa melakukan perubahan susunan kata. Contoh:

BSu

BSa

He made a fine showing in the met

Dia membuat pertunjukan yang bagus dalam pertandingan itu

 

b.  Penerjemahan Tidak  Langsung

1)   Transposisi

Metode ini dilakukan dengan cara  mengubah kata, frasa atau kalimat dari  bahasa  sumber (BSu) dirubah pada tataran  kata ke frase atau kalimat ke dalam bahasa sasaran (BSa) dengan tujuan untuk mendapatkan pesan yang berterima bagi pembaca. Contoh:

BSu

BSa

Xie Jin Ping will visit him next week

Presiden Xie Jin Ping akan mengunjungi (Donald Trump) minggu depan.

 

2)   Modulasi

Metode modulasi dilakukan dengan cara merubah sudut pandang untuk menyampaikan suatu hal dengan cara pengungkapan yang berbeda namun maknanya sama. Contoh:

BSu

BSa

The progress report must be submitted every three months

Laporan kemajuan harus diserahkan setiap kuartal

 

3)   Padanan

Metode padanan/ ekuivalensi yaitu metode yang dilakukan dengan cara merubah atau memodifikasi  istilah atau ungkapan  dari  bahasa sumber (BSu) sehingga sesuai dengan istilah atau ungkapan yang lazim dan sesuai kaidah bahasa sasaran (BSa). Contoh:

 

 

BSu

BSa

Efficient, effective, ambiguity

Efisien. Efektif, ambigu

 

4)   Adaptasi

     Metode adaptasi dilakukan apabila terdapat istilah atau ungkapan  dalam bahasa sumber (BSu) yang tidak ditemukan dalam bahasa sasaran (BSa), sehingga perlu disesuaikan dengan budaya yang lazim digunakan dalam bahasa sasaran (BSa). Contoh:

BSu

BSa

Rising to 12.388 feet, Mount Fujiyama is the tallest mountain in Japan

Ketinggiannya yang mencapai 3.776 meter menjadikan Gunung Fujiyama tertinggi di Jepang.

I will meet andy on Friday at half-past ten

Saya akan bertemu andy pada hari Jumát pukul 10.30

 

 

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengambil data secara langsung dari artikel berbahasa inggris dengan judul “Pegon: a Javanese script of acculturation and resistance is fading” yang ditulis tim redaksi The Jakarta Post pada hari Selasa, 19 Oktober 2021. Artikel Teks dengan genre Analytical exposition tersebut terdiri atas 7 paragraf, 41 kalimat dan 627 kata, selanjutnya dianalisa dan dikaji mengenai metode dan prosedur penerjemahan yang digunakan oleh penulis. Metode penerjemahan diterapkan dalam keseluruhan teks sementara prosedur penerjemahan digunakan pada tataran yang lebih kecil yaitu klausa, frasa dan kata.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis dan pembahasan teks dengan judul “Pegon: a Javanese script of acculturation and resistance is fading” disajikan dalam bentuk table disertai dengan penjelasan untuk mempermudah dalam memahami proses penerjemahan dan prosedur atau metode penerjemahan yang digunakan oleh penulis.

 

PARAGRAF 1

Teks Sumber

Teks Sasaran

Pegon: a Javanese script of acculturation and resistance is fading

Like many other scripts, Pegon is inclusive in its use. However, since Pegon was derived from the Arabic script, its identity is inevitably tied with Islam.   "Now people use the Latin script [more often], while Pegon is only used in [some Javanese] pesantren. So, the fewer people enroll in pesantren, the fewer people that can read and write Pegon," said Ahmad Rosidi, a 40-year-old Teacher at Madrasah Diniyah Ar-Rochmani, in Wonogiri, Central Java, who has been teaching Pegon since 1999.

Pegon : Aksara Jawa tentang akulturasi dan perlawanan yang memudar

Seperti Skrip pada umumnya, Aksara pegon digunakan secara khusus dalam penggunaannya. Aksara Pegon selalu identik dengan Islam, mengingat aksara ini diadaptasi dari aksara Arab. “Saat ini orang lebih suka menggunakan aksara latin, sedangkan aksara Pegon hanya digunakan oleh beberapa pesantren Jawa. Semakin sedikit orang yang menimba ilmu di pesantren, maka semakin sedikit orang yang bisa membaca dan menulis Pegon”, Ungkap Ahmad Rosidi (40) yang bekerja sebagai pengajar aksara Pegon sejak tahun 1999 di Madrasah Diniyah Ar-Rochmani Wonogiri, Jawa Tengah.

Analisa dan Penjelasan:

Dari paragraph 1 dapat ditemukan kata yang diterjemahkan dengan penerapan prosedur penerjemahan Naturalisasi, seperti kata scripts diterjemahkan menjadi skrip. Kata arabic merupakan hasil penerapan prosedur penerjemahan naturalisasi, sehingga Arabic diterjemahkan menjadi arab. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) skrip berarti naskah (film,drama dan sebagainya).  

PARAGRAF 2

Teks Sumber

Teks Sasaran

Like many other scripts, Pegon is inclusive in its use. However, since Pegon was derived from the Arabic script, its identity is inevitably tied with Islam.   "Now people use the Latin script [more often], while Pegon is only used in [some Javanese] pesantren. So, the fewer people enroll in pesantren, the fewer people that can read and write Pegon," said Ahmad Rosidi, a 40-year-old preacher at Madrasah Diniyah Ar-Rochmani, in Wonogiri, Central Java, who has been teaching Pegon since 1999.

Seperti aksara lainnya, Pegon digunakan secara khusus dalam penggunaannya. Aksara pegon diadaptasi dari aksara Arab sehingga identik dengan Islam. “Hari ini orang-orang menggunakan lebih banyak aksara latin, sementara Pegon hanya digunakan di beberapa pesantren  jawa. Sehingga semakin sedikit orang yang belajar di pesantren jawa makin sedikit orang yang bisa membaca dan menulis Pegon” ungkap Ahmad Rosidi (40) salah satu pengajar di Madrasah Diniyah Ar-Rochmani Kota Wonogiri, yang telah mengajar aksara Pegon sejak 1999.

Analisis dan Penjelasan:

Pada Paragraf 2 terdapat kata Pegon yang diterjemahkan menggunakan metode penerjemahan transferensi sehingga kata tersebut tetap digunakan dalam TSa. Prsedur penerjemahan ini sesuai dengan pendapat Newmark (1988) transferensi adalah prosedur penerjemahan dengan memungut kata atau istilah bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa). Untuk prosedur ini Baker (1992) menggunakan istilah translation using loan word sementara pendapat lain dari  Vinay dan Dalbernet (2000) menyebutnya sebagai borrowing.

 

PARAGRAF 3

Teks Sumber

Teks Sasaran

Miftahul Ma'rufin, a santri (student at an Islamic boarding school) from Pesantren Hudatul Muna Dua finds that the number of people interested in studying Pegon is dwindling. "This is because many [religious] books have been translated into Indonesian [and] many find it easier to study." To prevent further fading of Pegon, Komunitas Pegon (Pegon Community), which formed in Banyuwangi, East Java, has been engaged in researching, documenting and publishing the historical treasures since Aug. 8, 2017. The community is also carefully studying and digitizing its collection of ancient manuscripts. "We work with many organizations, including with Dreamsea [in 2019], Litbang Agama [Religious Research and Development] in Semarang [in 2020] and soon with the British Library’s EAP [Endangered Archives Program]," said Ayung Notonegoro, an activist from Komunitas Pegon.

Salah satu santri dari Pondok Pesantren Hudatul Muna Dua, Miftahul Ma’rufin menemukan bahwa jumlah orang yang tertarik untuk mempelajari aksara Pegon semakin menurun. Ia berkata “Hal ini terjadi karena banyak buku agama yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan orang lebih mudah mempelajari buku-buku tersebut”. Untuk menghindari semakin berkurangnya aksara Pegon, orang-orang yang tergabung dalam  Komunitas Pegon melakukan penelitian, pendokumentasian, dan penerbitan terkait dengan aksara pegon yang merupakan aset sejarah, sejak tanggal 8 Agustus 2017. Komunitas yang terbentuk di Banyuwangi, Jawa Timur ini juga mempelajari dan mendigitalkan dengan seksama koleksi manuskrip (naskah-naskah) kuno. “Kami telah bekerjasama dengan berbagai organisasi termasuk Dreamsea* pada tahun 2019, Litbang Agama di Semarang tahun 2020 dan program selanjutnya dengan British Library EAP*” kata Ayung Notonegoro salah satu aktivis dari Komunitas Pegon.

           Analisis dan Penjelasan:

Pada Paragraf 3 kata santri tetap digunakan dalam TSa karena kata tersebut memenuhi aspek readability,acceptability dan accuracy. Terdapat kata Pegon yang diterjemahkan menggunakan metode penerjemahan transferensi sehingga kata tersebut tetap digunakan dalam TSa. Kata “Dreamsea” tetap dipertahankan dalam TSa dengan penjelasan. Prosedur ini digunakan apabila penjelasan kata tersebut panjang dan apabila ditulis di teks akan mengganggu (Hoed, 2006).

Catatan Kaki: *Dreamsea kepanjangan dari Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAMSEA). Adalah program pemerintah Indonesia untuk menyelamatkan manuskrip-manuskrip kuno di wilayah Asia Tenggara.

 

 

PARAGRAF 4

Teks Sumber

Teks Sasaran

In addition, the community has joined the Indonesian Internet Domain Name Manager (PANDI) to register the script in Unicode. Ayung explained that this was done so that in future "the Pegon script can be equivalent to Latin, Arabic and other scripts available in various digital formats."

Selain itu, Komunitas Pegon juga berkolaborasi dengan Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) untuk mendaftarkan skrip Unicode*. Ayung juga menjelaskan hal ini dilakukan agar aksara Pegon memiliki kedudukan yang sama dengan aksara Latin, Arab dan aksara lainnya yang tersedia dalam berbagai format digital.

Analisis dan Penjelasan

Pada Paragraf 4 terdapat kata “Unicode” yang diterjemahkan menggunakan prosedur penerjemahan Catatan kaki sehingga kata tersebut tetap digunakan dalam TSa. Kata “Unicode tetap dipertahankan dalam TSa dengan penjelasan catatan kaki.

Catatan Kaki: *Unicode adalah standar pengkodean internasional untuk digunakan dengan bahasa dan skrip yang berbeda. Cara kerjanya yaitu dengan memberikan nomor unik untuk setiap karakter, menciptakan penyandian, representasi, dan penanganan teks yang konsisten.

 

           PARAGRAF 5

Teks Sumber

Teks Sasaran

Acculturation

Pegon was born out of acculturation, adaptation and the acquisition of Islamic faith by the Muslim pioneers in Java. It is estimated that religious scholars first used the script around the turn of the 15th century — when the spread of Islam across the island under the Wali Songo (the nine saints believed to have brought Islam) was at its peak.

"We believe that the history of the development of the Pegon script coincided with the development of pesantren [as an institution] in Java," said Alfan Firmanto, a junior researcher in the field of religious literature at the Research, Development and Training Agency of the Religious Affairs Ministry.

Akulturasi

Aksara pegon tercipta dari hasi akulturasi budaya, adaptasi an akuisisi Ajaran Islam yang dilakukan oleh para penyembar agama islam di jawa. Diperkirakan aksara ini mulai digunakan oleh para ulama (penyebar agama islam) pada abad 15 ketika penyebaran agama Islam oleh Wali Songo (Sembilan Ulama Penyebar agama Islam) di Pulau Jawa mencapai puncak kejayaaan.

“Kami meyakini bahwa perkembangan aksara Pegon bersamaan dengan perkembangan pesantren sebgai institusi di Jawa kala itu” kata Alfan Frimanto (52), peneliti junior di bidang sastra religi di bidang Litbang Kementerian Agama RI.

Analisis dan Penjelasan:

Pada paragraf 5 dapat ditemukan kata yang diterjemahkan dengan menggunakan prosedur penerjemahan transferensi yaitu Wali Songo. Hal ini tetap dipertahankan dalam Tsa dengan penjelansan dalam kurung bahwa wali songo merupakan ulama penyebar ajaran agama Islam di Pulau Jawa.

 

PARAGRAF 6

Teks Sumber

Teks Sasaran

The 52-year-old researcher hypothesizes that the script was part of the da'wah (Islamic proselytization) strategy of the ulema to introduce the values of Islamic teachings in Java. "Islam [arrived] in Java when the Javanese people [had adopted] the Kawi [Arabic-Malay] and Javanese scripts in their writing tradition."

To avoid the fading of one culture, a bridge that was the Pegon script was born. The writing system uses modified Arabic characters to write Javanese. "[It is similar to] the Jawi script which is spread across the Malay Peninsula.

Alfan juga mengemukakan hipotesisnya bahwa naskah dengan aksara pegon merupakan strategi dakwah (Penyebaran agama islam) untuk memperkenalkan nilai-nilai luhur ajaran agama Islam di Jawa, yang mana pada saat itu masyarakat di Jawa telah mengenal aksara Kawi (aksara hasil adaptasi Arab dan Melayu) dan aksara Jawa dalam tradisi penulisan saat itu.

Ayung dari Komunitas Pegon menambahkan “Untuk menghidari lunturnya salah satu budaya maka diciptakanlah aksara Pegon. Aksara ini menggunakan karakter aksara Arab yang dimodifikasi untuk menulis Jawa, sehingga aksara ini mirip dengan aksara Jawa yang telah digunakan di Semenanjung Malaya.

Analisis dan Penjelasan:

Pada paragraf 6 dapat ditemukan kata “Kawi” dipertahankan dalam TSa dengan prosedur penerjemahan transferensi Hal ini tetap dipertahankan dalam TSa. Serta diberi penjelasan dalam kurung.  Newmark (1988) menyatakan  bahwa prosedur transferensi dilakukan dengan cara mengambil kata atau istilah dalam  bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa). Prosedur transferensi dapat digunakan apabila istilah budaya dalam bahasa sumber (BSu) sudah dikenal dan lazim bagi pembaca dalam teks sasaran (Tsa).

Frasa “The 52-year-old researcherditerjemahkan menjadi subjek “Alfan”  dengan prosedur penerjemahan Modulasi. Hoed (2006) berpendapat bahwa dalam penerjemahan modulasi, seorang penerjemah memilih padanan yang secara semantik berbeda sudut pandang makna atau cakupan maknanya, namun  memberikan pesan atau maksud yang sama.

 

PARAGRAF 7

Teks Sumber

Teks Sasaran

     Pegon bravado

Although identic with Islamic boarding school education, Pegon was also used for various other things, including poetry, diaries, letters and official state documents. There was a time when Pegon knew no ethnicity nor religion. "

[Pegon] was not used exclusively for religious matters like fiqh, tauhid or tafsir [Islamic jurisprudence, the Islamic concept of monotheism and scripture interpretation] and the like," said Ayung. "For example, Pegon was used in several letters from the King of Buleleng to governor general Thomas Stamford Raffles in the 19th century."

 

Penggunaan Pegon

Meskipun Pegon identik dengan Pondok Pesantren, pada penggunaanya aksara ini diaplikasikan dalam berbagai hal seperti puisi, catatan harian, surat menyurat dan dokumen resemi negara. Ayung berkata “Penggunaan aksara Pegon tidak selalu terkait dengan Islam melainkan lintas suku dan agama. Pegon tidak khusus digunakan hanya dalam konteks agama seperti fikih, tauhid atau tafsir dan sejenisnya. Sebagai Contoh Pegon digunakan dalam surat menyurat antara Raja Buleleng dengan Guberneur Jenderal Thomas Stamford Raffles pada abad ke-19.

Analisis dan Penjelasan:

Pada paragraf 7 frasa Pegon Bravado diterjemahkan kedalam Tsa menjadi Penggunaan agar memenuhi aspek accuracy dan readability frasa ini diterjemahkan dengan prosedur penerjemahan kata generik. Menurut Baker (1992) prosedur penerjemahan dengan kata generik digunakan sebagai solusi  mengatasi kesulitan menemukan padanan kata yang lebih spesifik di dalam BSa sebagai padanan kata dalam Bsu. Pada Kalimat kedua paragraph 4  penulis merubah posisi TSa “Ayung Berkata” menjadi subjek di awal kalimat, namun pesan yang disampaikan tetap sama akurat, wajar dan berterima.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan penjelasan diatas, dapat diperoleh kesimpulan terkait dengan prosedur penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan teks dengan judul “Pegon: a Javanese script of acculturation and resistance is fading”, yaitu :

1.      Dalam menerjemahkan sebuah teks dapat digunakan berbagai metode dan prosedur penerjemahan untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan memenuhi aspek readability, accuracy dan acceptability.

2.      Prosedur penerjemahan yang digunakan dalam teks diatas diantaranya Prosedur penerjemahan Naturalisasi, Transferensi, Modulasi dan Generik.

3.      Beberapa kendala yang ditemukan dalam menerjemahkan teks diatas yaitu perbedaan sistem dan struktur bahasa yang berdeda sehingga penerjemah dituntut untuk memahami system dan struktur bahasa sasaran. Perbedaan budaya antara teks sumber (TSu) dan teks sasaran (TSa) sehingga diperlukan penggunaan prosedur penerjemahan yang sesuai agar didapatkan hasil yang akurat, wajar dan berterima.

4.      Saran yang bisa disampaikan kepada penerjemah yaitu sebelum menerjemahkan sebuah teks seorang penerjemah hendaknya mempertimbangkan istilah-istilah budaya dan prosedur penerjemahan agar pesan yang ingin disampaikan penulis dapat dimengerti oleh pembaca.

 

                                   DAFTAR PUSTAKA

 

Karnedi. (2018). Analisis Teks dalam Penerjemahan (Edisi Kesatu). Tangerang

              Selatan: Universias Terbuka.

Rahmat Budiman, dkk. (2018). Teori dan Masalah Penerjemahan (Edisi Kesatu).   

              Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Referensi dari internet:

https://www.thejakartapost.com/paper/2021/11/19/pegon-a-javanese-script-of-acculturation-and-resistance-is-fading.html

https://kbbi.kemdikbud.go.id/

https://rumahpusbin.kemdikbud.go.id/buku/Buku%20Penyuluhan%20Tata%20Istilah.pdf

           
Share:

13 comments:

Arsip Blog